Langsung ke konten utama

Direct Breastfeeding Pertama Kalinya

Hello, mau cerita pengalamanku direct breastfeeding yang hampir putus asa tapi alhamdulillah akhirnya bisa sukses niihh~

Setelah aku pulang dari perawatan 10 hari di rumah sakit (ada cerita lengkap persalinanku di post sebelumnya), PR yang aku rasa harus aku lalui dengan sukses adalah direct breastfreding. Selama 10 hari kemarin anakku konsumsi susu melalui dot. Aku tidak memilih menggunakan sendok karena mempertimbangkan kesulitannya, yang tentunya aku tidak mau mempersulit kedua orangtuaku yang sudah sukarela merawat cucunya.

Pertama kali menyusu, anakku langsung menangis karena ASI tidak langsung keluar saat kenyutan pertama. Ini memang harus diajarkan pada bayi yang terbiasa menggunakan dot bahwa ASI dari payudara harus dirangsang dulu dengan beberapa kali kenyutan baru setelah itu bisa keluar. Akupun belajar mengatur posisi untuk mendapat perlekatan yang baik dan penggunaan tanganku (meletakkan jari telunjuk di atas puting dan jari tengah di bawah puting) sebagai bantuan untuk memperderas atau memperlambat aliran ASI dari payudara.

Awal menyusu rasanya anakku menghisap dengan kurang kuat sehingga di awal-awal aku masih merasa adanya ASI yang tersumbat karena tidak keluar dengan maksimal. Tetap aku imbangi dengan perah manual (waktu itu belum punya alat pumping, jadi masih perah manual seperti saat di rumah sakit kemarin) jika ASI tidak kosong maksimal. Nah karena tidak bisa kosong maksimal, anakku kadang masih merasa lapar sehingga ASIP masih diberikan melalui dot. Susu formula juga kadang diberikan untuk tambahan atau (aku menyebutnya) bantuan saat anakku masih merasa lapar.

Selama kurang lebih 1,5 bulan aku dan anakku sama-sama belajar dan mencari cara yang cocok untuk proses menyusui yang menyenangkan. Alhamdulillah meskipun harus berderai air mata di awal-awal dan hampir menyerah bahkan suami malah pengen cari donor ASI saja, akhirnya aku dan anakku berhasil untuk bisa direct breastfeeding. ๐Ÿค— hmmm.. kita hebat, Nak!

Mungkin kalau ke konselor laktassi akan lebih cepat ya proses "belajar"nya, tidak sampai 1,5 bulan. Tapi konselor laktasi lokasinya cukup jauh dari rumah, dan masih pandemi juga pada waktu itu, jadi kuputuskan untuk stay at home sambil searching2 sendiri di internet tentang berbagai tips menyusui dengan benar dan nyaman.

Sekian pengalamanku, Bunda. Intinya harus semangat dan support system harus diajak peduli dan memahami proses yang kita lewati, jangan lupa banyak berdoa ๐Ÿค— . Awalnya orangtuaku juga sering menyerah, tapi mereka segera paham bahwa menyusu langsung sangat bermanfaat untuk bayi dan tentunya mempermudah pengasuhan serta memperkuat bonding dengan ibunya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peningkat Imun Transfer Factor sebagai Imunomodulator untuk Kucing

Dear readers, Tulisan ini aku tulis berdasarkan pengalamanku pribadi sebagai dokter hewan yang sudah pernah mencobakan peningkat imun/imunomodulator "transfer factor" (TF) dalam pengobatan berbagai kasus penyakit di kucing. Selama jadi praktisi hewan kecil tentunya banyak kasus penyakit yang ditemui, mulai dari sakit ringan berupa gumpalan bulu yang nyangkut di gigi, sampai kasus yang cukup berat dan menguras air mata seperti FIV (feline immunodeficiency virus) yang sudah komplikasi. Ada kasus yang trennya selalu naik selama musim hujan, yaitu virus panleukopenia. Lebih detailnya tentang virus ini nantinya akan ada postnya juga ya. Pada intinya virus panleukopenia ini menyerang tubuh kucing dan utamanya menurunkan jumlah sel darah putih yang digunakan untuk menyerang segala macam infeksi termasuk virus panleukopenia itu sendiri. Nah loh, kalau sel darah putih aja jumlahnya turun akibat si virus terus yang ngelawan ni virus siape tong? ๐Ÿ˜ญ di klinik tempatku bekerja kemarin ada...

My Career Story

Hey yo, it's time to share my career story~ Aku dilantik sebagai dokter hewan di bulan Desember 2019, tapi aku sudah bekerja loh kala itu. Kok bisa??  Bisa donk, guys. Let me tell you, alhamdulillah karir dokter hewan bisa di mana2 banget dan lowongan kerja selalu ada. Bisa dari bidang peternakan, pegawai negeri, tenaga harian lepas di instansi pemerintahan, tenaga pendidik, praktisi hewan kecil, industri makanan dan minuman dari produk hewan, industri obat hewan, laboratorium yang menggunakan hewan coba, bidang konservasi, dsb. Rata-rata sangat mau menerima dokter hewan yang masih menunggu masa pelantikan, tapi sudah harus selesai masa koas. Ketika itu aku mencoba di bidang praktisi hewan kecil yang kebetulan ada lowongannya di Jogja (pada saat itu sebenarnya ada beberapa lowongan daerah Jogja, tapi ndilalahnya kepincut jadi praktisi hewan kecil). Langsung kirim berkas dan wawancara di sebuah klinik yang kebetulan juga dekat dengan rumah. Apakah langsung diterima? Hohoho,, ternyat...

Pengalaman Koas di FKH UGM

Fakultas kedokteran hewan, sama seperti fakultas kedokteran yang lainnya, juga perlu menempuh pendidikan profesi untuk mendapat gelar dokter. Pendidikan profesi dokter hewan baru bisa ditempuh setelah lulus pendidikan S1 kedokteran hewan. Pendidikan profesi ini biasanya disebut juga koasistensi atau singkatnya koas. Di UGM, pada tahun 2018, kegiatan koas kedokteran hewan berlangsung selama kurang lebih 1 tahun. Terdiri dari 6 bagian koas yang masing2 ditempuh dalam kurun waktu 8 minggu. 6 bagian koas tersebut adalah - koas interna hewan kecil (incil), - koas interna hewan besar (inbes),  - koas kedinasan atau koas dinas (kodin), - koas reproduksi (korep), - koas bedah (bedah), dan  - koas diagnosa laboratorik (kodil).  (kabarnya terkini ada 1 bagian koas baru yaitu koas manajemen RSH -2019) Masing-masing koas deg-degan nya beda2 nih, dan tentunya beban koasnya juga berbeda tiap bagian. Yang paling bikin kaku pikiran dan badan adalah koas diagnosa laboratorik. Wuuuhhh,, ya...